Rabu, 17 Oktober 2012

Amal dan Dosa Jariyah

Kalau kita berbicara tentang amal jariyah, tentu secara tidak sadar kita akan langsung conect dengan hadist yang terjemahannya “Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR. Muslim).

Namun kita juga tidak boleh lupa dengan amal jariyah yang lain, ingat, amal jariyah itu maknanya bukan hanya amal yang sholeh, karena amal itu ada dua, amal shalih dan amal salah. amal yang salah pun bisa menjadi dosa jariyah!

Banyak orang berpikir bahwa setelah kematiannya, dosa-dosanya pun akan terhenti putarannya. Dia berpikir bahwa dosa-dosanya tidak akan berkembang lagi setelah dia meninggal dunia. Padahal, selain amal jariyah (pahala yang terus-menerus), ada juga dosa jariyah, yakni berjalannya segala dosa, kendati telah berkubang tanah.

“Barangsiapa yang menyeru orang lain pada kesesatan (tradisi buruk), maka dia akan menanggung dosa sebagaimana dosa yang dilakukan oleh orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa orang yang mengikutinya.” (HR. Muslim).

Saya terkadang merasa kasian dan tidak habis fikir kepada orang-orang yang mencela guru kami, inspirator kami yakni al-Imam al-’Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan hizbut tahrir yang juga di tuduh bermacam-macam.

Seseorang yang mengisi ceramah di khalayak ramai kemudian memfitnah dengan mengatakan bahwa hizbut tahrir membolehkan mencium wanita yang bukan mahramnya, menuduh menyebarkan berita bahwa hizbut tahrir tidak mengakui adanya siksa kubur, menolak adanya rukun iman yang ke enam yakni qadha-qadar, tidak wajib sholat sebelum ada khilafah, tidak wajib jihad sebelum ada khilafah serta tuduhan-tuduhan keji lainnya yang dinisbatkan kepada al-Imam al-’Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ataupun kepada hizbut tahrir.

Bayangkan, bagaimana jika yang meyampaikan kabar berita tersebut sudah wafat dan beliau belum sempat mengklarifikasi, kemudian orang-orang yang mendengarkan beliau percaya dan turut menyebarkannya.

Atau bagaimana dengan orang yang pertama kali menulis artikel-artikel dengan tuduhan yang sama? yang mana tulisan-tulisan tersebut masih dapat kita temui di beberapa swebsite atau blog, kemudian penulis tersebut wafat, dan tulisan tersebut sudah di share kan mana-mana.

Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menyatakan, “Sungguh beruntung orang yang meninggal dunia, maka putuslah dosa-dosanya. Dan sungguh celaka seseorang yang meninggal dunia, tetapi dia meninggalkan dosa yang ganjaran kejahatan terus berjalan tiada hentinya.” Alangkah bahagianya mereka yang memiliki amal jariyah dan alangkah sengsaranya seseorang yang menanam dosa jariyah. Wallahu A’lam.

1 komentar: